Salah satu teori pengobatan yang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu dan masih relevan sampai sekarang adalah teori keseimbangan (homeostatis).
Menurut teori ini, alam semesta dan isinya,termasuk organ tubuh manusia, selalu dalam keadaan seimbang. Apabila salah satu berlebihan dan menguat atau sebaliknya, berkurang atau melemah, maka ketidakseimbangan akan terjadi. Ketidakseimbangan inilah yang menimbulkan penyakit, seperti hipertensi (tekanan darah tinggi) hipotensi (tekanan darah rendah), hiperglikemia, hipoglikemia, dsb. Agar fungsi tubuh kembali seimbang, maka harus dilakukan penyeimbangan ulang. Bagian yang berlebih, dikurangi dan yang kurang, ditambah.
Secara alami, tubuh akan menyeimbangkan dirinya sendiri bila terjadi ketidakseimbangan pada salah satu anggota/organnya. Tetapi apabila ketidakseimbangan itu terlalu banyak, maka tubuh tidak mampu menyeimbangkannya dengan sempurna. Itulah saat tepat untuk melakukan pengobatan sebagai upaya penyeimbangan.
Idealnya kita mampu mencegah datangnya penyakit dengan cara menjaga keseimbangan itu, menjaga pola hidup seimbang. Hal itu sejalan dengan firman Allah dalam Al Qur'an surat Al Mulk ayat 3, yang artinya,"Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat sesuatu yang cacat?"
Dalam diri kita ada tiga unsur yang wajib kita jaga hak-haknya agar tercapai keseimbangan hidup, yaitu unsur jasad, ruh dan akal.
Jasad, butuh dicukupi kebutuhannya dengan makan-minum yang halal dan baik, istirahat yang cukup dan gerak yang memadai.
Ruh harus dipenuhi juga kebutuhannya, yaitu segala aktivitas yang mengantarkan kita pada dzikrullah, karena hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram. Dalam hal pengelolaan emosi pun, kita harus seimbang. Kapan saatnya dan seberapa kadarnya kita harus gembira, sedih, marah, takut, dsb.
Akal juga butuh konsumsi, yaitu ilmu yang akan mempengaruhi kebijakan kita dalam menyikapi kehidupan.
Sayangnya, dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup, mengejar target, menunaikan amanah dan kewajiban, kita sering mengabaikan keseimbangan ini. Alhasil?
Banyak sekali keluhan terlontar dari lisan kita karena berbagai gangguan kesehatan. Belum lagi penurunan produktivitas karena tuntutan istirahat karena sakit. Belum lagi biaya pengobatan yang harus dikeluarkan dan ketidaknyamanan hidup yang kita rasakan.
Sebenarnya, di mana masalah pokoknya?
Sepertinya pada ketidakmampuan mengendalikan diri. Atau ada pemikiran lain?